Kudetekno – Kata Ilmuwan, Biar Nyamuk Dengue Gak Merajalela, Dana Riset Harus Naik!
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih jadi momok di Indonesia. Seriusan deh, kayak nggak ada habisnya. Nah, para ilmuwan kita, yang udah pontang-panting meneliti virus ini, bilang gini: “Biar nyamuknya nggak makin ganas, dana riset harus ditambah!” Mereka ini udah berjasa banget, lho, dalam ngendaliin penyakit ini. Masa’ iya, kita cuek aja?
Pentingnya Pendanaan Riset untuk Penanggulangan Dengue
Coba deh bayangin, tiap musim hujan tiba, rasanya kayak nungguin bom waktu. Rumah sakit penuh, orang panik, dan yang paling parah, nyawa melayang. Ini semua gara-gara si nyamuk Aedes aegypti itu. Tapi, pernah nggak sih kamu ngebayangin gimana jadinya kalau nggak ada ilmuwan yang rela begadang di laboratorium, neliti virus dengue dari A sampai Z?
Pendanaan riset itu kayak bensin buat mesin penelitian. Kalau bensinnya seret, ya mesinnya nggak bisa jalan. Para ilmuwan butuh alat-alat canggih, bahan-bahan kimia, dan yang paling penting, waktu buat mikir dan eksperimen. Kalau dananya minim, ya gimana mereka bisa maksimal? Jujur aja, aku juga sempat mikir, kenapa ya dana riset kita masih kalah jauh sama negara-negara maju? Padahal, masalah DBD ini ‘kan masalah kita sendiri.
Dedikasi Ilmuwan dalam Meneliti Virus Dengue
Emang sih, yang namanya ilmuwan itu kadang kayak alien. Bahasa mereka berat, kerjaannya di laboratorium melulu. Tapi, jangan salah, mereka ini pahlawan tanpa tanda jasa, lho. Mereka rela ngorbanin waktu dan tenaga buat nyari solusi buat masalah yang kita hadapi sehari-hari.
Perjalanan Panjang Meneliti Dengue
Peneliti virus kayak R. Tedjo Sasmono, misalnya. Beliau ini udah puluhan tahun neliti virus dengue. Kebayang nggak sih, puluhan tahun! Itu sama kayak nungguin mie instan mateng padahal cuma 3 menit, tapi ini berkali-kali lipat lamanya. Tapi, beliau tetap semangat, nggak kenal lelah. Salut banget!
Pak Tedjo ini juga sempat nyinggung soal kurangnya dana riset di Indonesia. “Persentase APBN untuk riset masih kecil,” katanya. “Itu perlu dinaikkan nantinya.” Bener banget, Pak! Negara maju aja udah science-based dalam ngambil keputusan. Masa’ kita masih mau ngandelin feeling?
Pemetaan Genom Virus Dengue: Kontribusi Penting
Salah satu kontribusi penting dari Pak Tedjo dan timnya adalah pemetaan genom virus dengue. Jadi gini, virus dengue itu punya empat tipe: 1, 2, 3, dan 4. Nah, tiap daerah di Indonesia itu punya jenis virus yang beda-beda. Dengan memetakan genom virus ini, para ilmuwan bisa tahu karakter virus dan pola penularannya di tiap daerah.
Data ini penting banget buat bikin vaksin dan sistem diagnostik yang lebih akurat. Bayangin aja, kayak kita mau bikin baju, tapi nggak tahu ukuran badan orangnya. Ya, nggak bakal pas, ‘kan? Sama kayak gitu, kalau kita nggak tahu karakter virusnya, ya susah buat bikin vaksin yang ampuh.
Dari Laboratorium hingga Kebijakan Publik
Penelitian para ilmuwan ini nggak cuma buat pajangan di laboratorium, lho. Data yang mereka hasilkan dipake sama Kementerian Kesehatan dan WHO buat ngendaliin penyebaran virus dengue. Bahkan, data genomik lokal juga dipake buat pengembangan vaksin. Keren, ‘kan?
Pak Tedjo juga nyebutin keberhasilan ilmuwan dalam nurunin kasus dengue lewat vaksin QDENGA dan teknologi Wolbachia. Teknologi Wolbachia ini terbukti bisa ngurangin sampai 77% kasus dengue di Yogyakarta. Wah, seriusan ini bikin merinding!
“Itulah bukti bahwa ilmu pengetahuan itu bisa bermanfaat untuk kesehatan umat manusia,” kata Pak Tedjo. Bener banget, Pak! Ilmu pengetahuan itu bukan cuma buat gaya-gayaan, tapi buat nyelametin nyawa.
Harapan untuk Generasi Penerus Peneliti Indonesia
Pak Tedjo punya pesan khusus buat generasi muda peneliti Indonesia: “Tetap konsisten! Terus belajar, bermimpi besar boleh, didukung dengan infrastruktur, pengetahuan, update ilmu, supaya Indonesia tidak kekurangan critical mass untuk peneliti.”
Intinya sih, beliau pengen anak-anak muda Indonesia terus semangat belajar dan berkarya di bidang penelitian. Beliau juga pengen pemerintah lebih perhatian sama nasib para peneliti. Ya, semoga aja pesen beliau ini didengerin sama yang punya kuasa.
Habibie Prize: Apresiasi untuk Ilmuwan dan Kemajuan Bangsa
Ngomong-ngomong soal Pak Tedjo, beliau ini salah satu penerima Habibie Prize 2025, lho. Habibie Prize ini penghargaan tertinggi yang dikasih negara buat para ilmuwan yang udah berjasa buat bangsa. Penghargaan ini juga buat ngasih semangat ke para peneliti dan numbuhin minat anak muda buat jadi ilmuwan.
Habibie Prize ini diambil dari nama Bapak B.J. Habibie, Presiden RI ke-3 yang juga dikenal sebagai tokoh yang cinta banget sama ilmu pengetahuan dan teknologi. Beliau pengen Indonesia jadi negara maju yang berbasis ilmu pengetahuan. Ya, semoga aja cita-cita beliau ini bisa terus dilanjutin sama generasi sekarang dan yang akan datang.
Penerima Habibie Prize 2025
Selain Pak Tedjo, ada empat ilmuwan lain yang nerima Habibie Prize 2025:
- Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)
- Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)
- Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)
* Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)
Wah, keren-keren banget ya para penerima Habibie Prize ini! Mereka semua udah ngasih kontribusi besar buat kemajuan Indonesia.
Jadi, gimana guys? Udah pada sadar ‘kan pentingnya dana riset buat penanggulangan DBD? Sekarang giliran kita buat dukung para ilmuwan kita. Caranya? Bisa macem-macem, mulai dari nyebarin informasi ini ke temen-temen, sampe ngasih dukungan moral ke para peneliti. Siapa tahu, dengan dukungan kita, mereka bisa nemuin cara buat ngilangin DBD selamanya. Amiin! Yuk, sama-sama kita bikin Indonesia bebas DBD! Jangan lupa jaga kebersihan lingkungan juga ya, biar nyamuknya nggak betah di rumah kita. ***
Punya cara lain, saran, atau malah cerita lucu seputar topik ini? Yuk sharing di kolom komentar! Atau langsung ngobrol bareng tim KudeTekno di WhatsApp.👇









